Guru memegang peranan penting dalam
pendidikan seni. Setiap guru seni perlu memahami kepemipinan bagaimana dan
tanggung jawab apa yang dituntut para siswa serta bimbingan mana yang dapat
memberi inspirasi kepada mereka; apa yang boleh dan yang tidak boleh dia
lakukan. Di ruangan kelas, setiap saat guru senantiasa diperlukan para
siswanya. Peran kunci guru seni, tidak lagi terletak
pada mengajarkan kepada siswa bagaimana cara menggambar, atau memberikan contoh
gambar untuk ditiru siswa, tetapi lebih terfokus kepada penciptaan iklim
belajar yang menunjang, suasana yang akrab serta adanya penerimaan guru atas
pribadi para siswa yang beraneka ragam dengan karya dan gagasan mereka yang
bervariasi pula. Dalam keseluruhan penyelenggaraan kegiatan seni di sekolah,
peranan guru adalah memberi inspirasi, memberi kejelasan/klarifikasi, membantu
menerjemahkan gagasan perasaan dan reaksi siswa ke dalam bentuk-bentuk karya
seni yang terorganisasi secara estetis (Jefferson, 1969); atau, menciptakan
iklim yang menunjang bagi kegiatan "menemukan",
"eksplorasi" dan "produksi". Peranan ini dapat dimainkan
guru, baik pada saat awal ataupun di tengah pelajaran sedang berlangsung. Tentu
saja, untuk dapat berperan seperti ini guru seni perlu "mengasah"
kepekaan rasa seninya secara memadai, melalui kegiatan belajar yang
terus-menerus (belajar bisa diartikan: mengamati, menghayati, mengkaji atau
berkarya).
Tugas-tugas guru seni sebetulnya cukup jelas
dan spesifik tetapi jangan diartikan secara kaku. Yang penting, tetaplah
berorientasi kepada kebutuhan belajar siswa. Tugas-tugas guru paling sedikit
meliputi lima kegiatan penting, yaitu: (1) merancang, (2) memotivasi, (3)
membimbing, (4) mengevaluasi, dan (5) menyelenggarakan pameran.
Motivasi berasal dari kata "motif' yang
berarti dorongan untuk berbuat. Jadi motivasi adalah proses yang memungkinkan
perilaku seseorang digerakkan dan diarahkan kepada suatu tujuan tertentu.
(baca: Kleinginna & Kleinginna, 1981). Sering dikemukakan orang bahwa dalam kegiatan
berkarya seni, anak- anak tidak perlu dimotivasi, karena mereka sudah dengan
sendirinya menyukai kegiatan ini. Pernyataan ini tidak sepenuhnya benar,
sebagaimana terbukti dalam kenyataan. Tidak semua anak secara spontan mampu
berkreasi, sekalipun ia berada pada fase perkembangan yang disebut "the
golden age of creative expression" (masa keemasan ekspresi kreatif),
sekitar usia kelas I - III SD. Kiranya faktor lingkungan budaya turut memegang
peranan dalam hal ini. Spontanitas berekspresi-kreatif pada anak hanya terjadi
jika didukung oleh iklim yang menunjang dan melalui serangkaian pengalaman
berkesenian, baik dalam bentuk kegiatan apresiasi maupun kreasi.
Beberapa cara yang dapat dijadikan alat
motivasi oleh guru pada awal pelajaran seni rupa yaitu: insentif, membangunkan
pengalaman pribadi (ingatan, asosiasi emosional), pengamatan langsung kepada
objek di lingkungan, asosiasi gagasan dengan bahan/media dan perluasan
pengetahuan.
Insentif di sini lebih diartikan sebagai
penguatan (reinforcement) bersifat
non-material, yang memungkinkan para siswa tergugah minatnya untuk mengikuti
pelajaran. Bentuknya antara lain berupa: kata-kata pujian, gerak mimik, acungan
jempol, atau tanda persetujuan dan penerimaan guru kepada siswa yang
mengemukakan gagasan menarik. Hal ini dapat dilakukan terutama pada diskusi
awal. Membangunkan ingatan perlu dilakukan, untuk
mengungkapkan kembali pengalaman siswa di masa lalu yang mungkin sudah
dilupakan. Caranya, dengan melakukan pancingan-pancingan kata-kata, kalimat
pernyataan atau pertanyaan yang tak perlu dijawab secara verbal. Asosiasi emosional hampir sama dengan
membangunkan ingatan, namun lebih diperdalam sehingga dapat menyentuh perasaan
dan imajinasi siswa. Gagasan yang dikaitkan dengan ekspresi menghasilkan karya
yang lebih berkualitas. Asosiasi gagasan dengan bahan. Artinya,
setiap jenis bahan yang digunakan memiliki karakter khusus yang memancing ide
penciptaan. Bandingkan, apa yang mungkin dihasilkan oleh bahan tanah liat,
pastel minyak/crayon, bubur kertas ? Guru perlu memberi sugesti tentang sifat
bahan, variasi kemungkinan untuk menghasilkan bentuk-bentuk beraneka ragam,
yang ditindaklanjuti dengan percobaan-percobaan oleh siswa.
Memperluas pengetahauan, artinya guru
berupaya agar pengetahuan siap mengenai suatu objek yang telah dimiliki siswa,
ditambah, diperkaya oleh guru maupun siswa-siswa lainnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan diskusi pada tahap awal (pra-kegiatan), pada waktu kegiatan
sedang berlangsung atau setelah hasil karya selesai dibuat siswa. Pengetahuan
yang luas akan memeperlancar proses kreasi, bahkan meningkatkan daya tarik
hasil karya. Akhirnya guru perlu memperhatikan juga kapan
saat-saat yang tepat diberikannya motivasi, jangan sampai mengganggu siswa yang
sedang asyik bekerja (Wachowiak dan Clements, 1993).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar