Sabtu, 21 Juli 2012

Seni Sebagai Media Pendidikan

SENI SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN

Betapa asyik anak- anak bermain 'rumah-rumahan', bermain 'mobil-mobilan', dan aneka permainan yang disukainya. Mereka bermain sambil berbicara, berpura-pura seperti orang dewasa. Mereka menirukan gerak-gerik dan perilaku orang tuanya dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari. Benda-benda yang tidak terpakai lagi seperti kotak korek api, kotak sabun, dan berbagai peralatan sederhana yang mudah dijumpainya di rumah, dijadikannya 'teman bermain'. Benda-benda mati itu dianggapnya sebagai benda yang hidup, dan bisa diajak bicara. Betapa anak- anak dalam dunianya itu penuh imajinasi dan fantasi. Dengan daya imajinasi dan fantasi itulah anak-anak juga mampu mengembangkan kemampuan penciptaan permainannya sesuai dengan pengaruh lingkungan dan pendidikan keluarga yang diterimanya.

Kegiatan bermain merupakan kegiatan jasmani dan rohani yang penting untuk diperhatikan oleh pendidik (dan orang dewasa). Sebagian besar perkembangan kepribadian anak, misalnya sikap mental, emosional, kreativitas, estetika, sosial dan fisik, dibentuk oleh kegiatan permainannya. Permainan anak-anak yang bernilai edukatif dapat dilakukan melalui kegiatan seni, khususnya seni rupa. Pengertian seni pada dasarnya adalah permainan yang memberikan kesenangan batin (rohani), baik bagi yang berkarya seni maupun bagi yang menikmatinya (Rohidi, 1985:81. Keterkaitan seni dengan permainan juga dijelaskan oleh Ross (1978).

Salah satu kegiatan seni rupa, sebagai permainan, yang sangat disukai anak-anak ialah kegiatan menggambar. Hampir setiap anak yang diberi alat tulis akan menggoreskannya pada bidang kosong. Jika diberi kertas, dia akan menggoreskannya pada kertas dengan sesuka hati. Jika tidak diberikan kertas, dia akan mencoretkannya pada dinding atau lantai rumah. Keasyikan menggambar anak-anak itu merupakan bukti bahwa menggambar baginya sangat memuaskan dan menyenangkan perasaan. Menggambar bagi anak-anak dapat juga menjadi alat berkomunikasi dan berekspresi yang utuh sesuai dengan dunianya. Gambar manusia, benda-benda di sekelilingnya serta aneka flora dan fauna kesenangannya merupakan hasil ekspresinya, dan menjadi media berkomunikasi dengan orang lain.

Anak-anak yang penalarannya belum berkembang sangat bergairah berkarya seni, karena kegiatan ini memberikan keleluasaan dan kebebasan bagi anak-anak untuk mengungkapkan perasaan atau berekspresi. Ketika penalarannya bangkit, seni harus dipersiapkan untuk memberikan jalan bagi ekspresi tersebut sebagai kegiatan yang mereka senangi (Read, 1970:283). 

Dalam konteks itulah seni dijadikan media pendidikan. Faedah pendidikan seni, sebagaimana dikemukakan Vincent Lanier (1969) adalah:

  • memberikan kontribusi terhadap perkembangan individu,
  • memberikan pengalaman yang berharga (pengalaman estetik)
  • sebagai bagian yang penting dari kebudayaan.

Jika pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan orang dewasa dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaannya, maka tentunya pula seni rupa dapat digunakan sebagai cara dan sekaligus media untuk mendidik anak. Jadi makna pendidikan dengan menggunakan seni rupa sebagai cara dan sekaligus sebagai sarananya. Pada bagian ini perlu dijelaskan perbedaan makna antara pendidikan seni rupa dengan pengajaran seni rupa agar tidak sampai menimbulkan kesalahtafsiran dalam penggunaan istilah tersebut.

Sasaran pendidikan rupa di sekolah-sekolah umum, dari tingkat pendidikan dasar sampai menengah, berbeda dengan sasaran pendidikan seni rupa di sekolah kejuruan, kursus atau pusat magang kesenirupaan dan kriya. Di sekolah kejuruan seni rupa, berlaku pengajaran seni rupa yang lebih mengutamakan pemberian bekal kepada para siswa agar berhasil sebagai lulusan yang memiliki kemampuan/keterampilan bidang seni rupa tertentu. Sedangkan di sekolah umum, pendidikan seni rupa yang diberlakukan kepada semua siswa, (berbakat maupun tidak) lebih ditekankan kepada pemberian berbagai pengalaman kesenirupaan sebagai wahana untuk mencapai tujuan pendidikan. Seni berfungsi sebagai media pendidikan.

Akan tetapi, istilah "seni sebagai media pendidikan" tidak berarti bahwa kegiatan seninya tidak penting (karena dianggap hanya sekedar media). Keterlibatan siswa dengan seni tetaplah harus menjadi prioritas dalam rangka membentuk kemampuan seni atau meningkatkan kemampuan seni yang sudah ada pada diri para siswa. Upaya peningkatan kualitas belajar menjadi fokus kegiatan; dan ini berlaku umum dalam program belajar apa pun.

Sebagai pembanding, tujuan utama orang belajar naik sepeda adalah supaya ia bisa naik sepeda; belajar silat supaya bisa silat, belajar Tembang Cianjuran supaya bisa melantunkan lagu-lagu Cianjuran yang memiliki karakteristik tertentu. Kemampuan khusus yang diperoleh itu tadi merupakan tujuan langsung dari belajar yang disebut sebagai "dampak utama" (main effect) atau "dampak pembelajaran" (instructional effect) yang ingin dicapai . Bahwa akibat dari belajarnya itu ia menjadi tekun, sabar atau sehat, itu adalah dampak penyerta/pengiring (nurturant effect) yang tentu saja tidak kurang manfaatnya bagi kepentingan pribadi warga belajar. Dalam pembelajaran di sekolah, khususnya pembelajaran seni, dampak instruksional maupun dampak pengiring perlu dirancang sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

Pendidikan seni rupa melalui pembelajaran di sekolah, berikut dampak utama dan dampak penyerta yang ingin dihasilkan, sebagai berikut:

Konsekuensi logis dari pemikiran di atas adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan seni harus berkualitas. Pendidikan seni rupa bukan sekedar kegiatan rutin, sekedar untuk mengisi jam pelajaran yang tersedia. Siswa harus merasa bahwa dari kegiatan-kegiatan kesenirupaan di sekolah, ada hasil nyata yang dia perloleh, ada peningakatan atawa kemajuan yang ia capai: dari tidak tahu menjadi tahu, dari kurang senang menjadi senang, dari tidak terampil menjadi lebih terampil, dari kurang bisa menata menjadi lebih bisa menata, dari kurang bisa membedakan menjadi lebih bisa membedakan (berbagai hal yang menyangkut kesenirupaan). Secara kodrati, kita semua, khususnya para siswa, tentu tidak menyukai kegiatan remeh-temeh, kegiatan yang tidak berkualitas, yang hanya membuang-buang waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar