SENI SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN
Betapa asyik anak- anak bermain
'rumah-rumahan', bermain 'mobil-mobilan', dan aneka permainan yang disukainya.
Mereka bermain sambil berbicara, berpura-pura seperti orang dewasa. Mereka
menirukan gerak-gerik dan perilaku orang tuanya dalam kehidupan rumah tangga
sehari-hari. Benda-benda yang tidak terpakai lagi seperti kotak korek api,
kotak sabun, dan berbagai peralatan sederhana yang mudah dijumpainya di rumah,
dijadikannya 'teman bermain'. Benda-benda mati itu dianggapnya sebagai benda
yang hidup, dan bisa diajak bicara. Betapa anak- anak dalam dunianya itu penuh
imajinasi dan fantasi. Dengan daya imajinasi dan fantasi
itulah anak-anak juga mampu mengembangkan kemampuan penciptaan permainannya
sesuai dengan pengaruh lingkungan dan pendidikan keluarga yang diterimanya.
Kegiatan bermain merupakan kegiatan jasmani
dan rohani yang penting untuk diperhatikan oleh pendidik (dan orang dewasa).
Sebagian besar perkembangan kepribadian anak, misalnya sikap mental, emosional,
kreativitas, estetika, sosial dan fisik, dibentuk oleh kegiatan permainannya.
Permainan anak-anak yang bernilai edukatif dapat dilakukan melalui kegiatan
seni, khususnya seni rupa. Pengertian seni pada dasarnya adalah permainan yang
memberikan kesenangan batin (rohani), baik bagi yang berkarya seni maupun bagi
yang menikmatinya (Rohidi, 1985:81. Keterkaitan seni dengan permainan juga
dijelaskan oleh Ross (1978).
Salah satu kegiatan seni rupa, sebagai
permainan, yang sangat disukai anak-anak ialah kegiatan menggambar. Hampir
setiap anak yang diberi alat tulis akan menggoreskannya pada bidang kosong.
Jika diberi kertas, dia akan menggoreskannya pada kertas dengan sesuka hati.
Jika tidak diberikan kertas, dia akan mencoretkannya pada dinding atau lantai
rumah. Keasyikan menggambar anak-anak itu merupakan bukti bahwa menggambar
baginya sangat memuaskan dan menyenangkan perasaan. Menggambar bagi anak-anak
dapat juga menjadi alat berkomunikasi dan berekspresi yang utuh sesuai dengan
dunianya. Gambar manusia, benda-benda di sekelilingnya serta aneka flora dan
fauna kesenangannya merupakan hasil ekspresinya, dan menjadi media
berkomunikasi dengan orang lain.
Anak-anak yang penalarannya belum berkembang
sangat bergairah berkarya seni, karena kegiatan ini memberikan keleluasaan dan
kebebasan bagi anak-anak untuk mengungkapkan perasaan atau berekspresi. Ketika
penalarannya bangkit, seni harus dipersiapkan untuk memberikan jalan bagi
ekspresi tersebut sebagai kegiatan yang mereka senangi (Read, 1970:283).
Dalam konteks itulah seni dijadikan media
pendidikan. Faedah pendidikan seni, sebagaimana dikemukakan Vincent Lanier
(1969) adalah:
- memberikan kontribusi terhadap
perkembangan individu,
- memberikan pengalaman yang
berharga (pengalaman estetik)
- sebagai bagian yang penting dari
kebudayaan.
Jika pendidikan merupakan usaha sadar yang
dilakukan orang dewasa dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaannya, maka
tentunya pula seni rupa dapat digunakan sebagai cara dan sekaligus media untuk
mendidik anak. Jadi makna pendidikan dengan menggunakan seni rupa sebagai cara
dan sekaligus sebagai sarananya. Pada bagian ini perlu dijelaskan perbedaan
makna antara pendidikan seni rupa dengan pengajaran seni rupa agar tidak sampai
menimbulkan kesalahtafsiran dalam penggunaan istilah tersebut.
Sasaran pendidikan rupa di sekolah-sekolah
umum, dari tingkat pendidikan dasar sampai menengah, berbeda dengan sasaran
pendidikan seni rupa di sekolah kejuruan, kursus atau pusat magang kesenirupaan
dan kriya. Di sekolah kejuruan seni rupa, berlaku pengajaran seni rupa yang
lebih mengutamakan pemberian bekal kepada para siswa agar berhasil sebagai
lulusan yang memiliki kemampuan/keterampilan bidang seni rupa tertentu.
Sedangkan di sekolah umum, pendidikan seni rupa yang diberlakukan kepada semua
siswa, (berbakat maupun tidak) lebih ditekankan kepada pemberian berbagai
pengalaman kesenirupaan sebagai wahana untuk mencapai tujuan pendidikan. Seni
berfungsi sebagai media pendidikan.
Akan tetapi, istilah "seni sebagai media
pendidikan" tidak berarti bahwa kegiatan seninya tidak penting (karena
dianggap hanya sekedar media). Keterlibatan siswa dengan seni tetaplah harus
menjadi prioritas dalam rangka membentuk kemampuan seni atau meningkatkan
kemampuan seni yang sudah ada pada diri para siswa. Upaya peningkatan kualitas
belajar menjadi fokus kegiatan; dan ini berlaku umum dalam program belajar apa
pun.
Sebagai pembanding, tujuan utama orang
belajar naik sepeda adalah supaya ia bisa naik sepeda; belajar silat supaya
bisa silat, belajar Tembang Cianjuran supaya bisa melantunkan lagu-lagu
Cianjuran yang memiliki karakteristik tertentu. Kemampuan khusus yang diperoleh
itu tadi merupakan tujuan langsung dari belajar yang disebut sebagai
"dampak utama" (main effect) atau
"dampak pembelajaran" (instructional
effect) yang ingin dicapai . Bahwa akibat dari belajarnya itu ia menjadi
tekun, sabar atau sehat, itu adalah dampak penyerta/pengiring (nurturant effect) yang tentu saja tidak kurang
manfaatnya bagi kepentingan pribadi warga belajar. Dalam pembelajaran di sekolah, khususnya
pembelajaran seni, dampak instruksional maupun dampak pengiring perlu dirancang
sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan.
Pendidikan
seni rupa melalui pembelajaran di sekolah, berikut dampak utama dan dampak
penyerta yang ingin dihasilkan, sebagai berikut:
Konsekuensi logis dari pemikiran di atas
adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan seni harus berkualitas. Pendidikan seni rupa bukan sekedar
kegiatan rutin, sekedar untuk mengisi jam pelajaran yang tersedia. Siswa harus
merasa bahwa dari kegiatan-kegiatan kesenirupaan di sekolah, ada hasil nyata
yang dia perloleh, ada peningakatan atawa kemajuan yang ia capai: dari tidak tahu
menjadi tahu, dari kurang senang menjadi senang, dari tidak terampil
menjadi lebih terampil, dari kurang bisa menata menjadi lebih bisa menata, dari
kurang bisa membedakan menjadi lebih bisa membedakan (berbagai hal yang
menyangkut kesenirupaan). Secara kodrati, kita semua, khususnya para
siswa, tentu tidak menyukai kegiatan remeh-temeh, kegiatan yang tidak
berkualitas, yang hanya membuang-buang waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar